Ini Bukan Sakit Jiwa (biasa)


" Eh Sukro mau kemana?"

"Ke Bangli."

"Berobat ya? Wkwkw.."

Itu lah guyonan yang sering terjadi di daerahku. Bangli itu nama salah satu kabupaten di Bali. Berobat disini maksudnya berobat ke rumah sakit jiwa. Apa hubungannya Bangli dengan berobat sakit jiwa? Ini karena Bangli emang terkenal dengan rumah sakit jiwanya. Setauku ini adalah satu-satunya RSJ di Bali.

Foto sebelum berobat..

Oke, oke gue ngaku. Mei ini gue udah 2x ke Bangli. Karena mulai gila? Yah aku tergila-gila ama kamyu.. :3 *plak!*
Selain meriksa kesehatan jiwa gue (lagian ga akan ada yang percaya kalo gue bilang jiwa gue sehat, XD), gue mampir ke sebuah desa. Desa dimana gue ga bisa ngasi komentar apapun. Pernah ga kamu melihat atau mengalami sesuatu, saking kagumnya kamu ga bisa ngomong apa, yang bisa kamu lakuin cuma melongo dan bilang,"Waw!"?

Begitu juga ketika ku liat desa ini. Desa ini bernama Penglipuran. Aku heran desa ini bisa belum terekspos (atau malah bersyukur?). Bahkan di google map pun ga ada petunjuk spesifiknya. Hanya beberapa travel yang nganter tamunya kemari. Yang menarik perhatianku dari desa ini adalah masih kentalnya tata desa tradisional Bali.

TUKANG CoLoNG beraksi!!

Dari ujung utara sampai selatan berjejer rumah-rumah di kiri kanan jalan besar. Kurang lebih ada 60 KK di desa itu. Kendaraan bermotor dilarang masuk daerah ini. Tiap gerbang rumah bentuk dan bahan penyusunnya sama. Ada yang belum pernah diganti sejak jaman dulu. Gerbang yang udah diganti, bentuk dan bahan dasar penyusun gerbangnya dibuat semirip mungkin dengan yang lama. Suasananya ga bising dan rame. Listrik udah ada tapi ga kedengeran suara tipi atau radio.

Ada pintu yang menghubungkan tiap rumah. Jadi rumah-rumah di Penglipuran terhubung secara pararel. Secara ga langsung bertujuan agar tenggang rasa dan silaturahmi antar warganya ga hilang. Budaya Bali disini juga khas. Bila ada yang berpoligami, pasangan poligami itu akan diasingkan ke sebuah lahan kosong. Lahan itu disebut Karang Memadu. Dari cerita warga disana dan pacarku, yang diasingkan ke Karang Memadu boleh melakukan apa saja disana tapi ga boleh berinteraksi dengan warga desa. Jadi akan benar-benar dikucilkan. Ampe saat ini belum ada yang berani berpoligami.

Wajahmu mengalihkan duniaku (tapi kok ibuk-ibuk -__-)..

Warganya boleh menikah dengan warga luar, tapi bagi yang meminang cewek dari luar, ceweknya harus mematuhi adat di desa itu. Tiap keluarga juga dibatasi hanya memiliki 2-3 anak. Sebab di desa itu ga boleh lagi memperluas lahan. Jadi tata desa akan tetap dijaga segitu-segitu aja.

Penataan desa disini harmoni banget antara alam dan manusia. Rapi, indah, dan asri. Pertanyaanya sekarang, kenapa tata desa Penglipuran ga bisa diadaptasi untuk desa-desa lain, di seluruh Indonesia mungkin? Ga kayak sekarang, berantakan. Rumah orang sakit jiwa malah lebih rapi dibanding orang yang statusnya lebih waras. Ckckck

Terakhir ku kesana tiga hari lalu. Rencananya sih bantu pacar liputan untuk berita jurnalistik kampusnya. Pas kesana taunya pak kepala adatnya rapat. Hadeeh..

Fyi, ku sempet nge-twitt tentang desa Penglipuran.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Branding dengan blogging

Makan Sedikit Tapi Perut Kenyang? Begini Caranya

Prospek bisnis fotografi